Tahun 2026 Mau Jadi Apa?
Saya membuat postingan dari rekaman singkat ketika berkunjung di Melbourne. Memadukannya dengan lagu Yura Yunita yang judulnya, "Mau Jadi Apa?"
Setiap kali memasuki pergantian tahun, saya atau mungkin beberapa orang di luar sana, selalu merasa ada kesempatan baru. Di satu sisi, perasaan itu kadang menjadi ilusi yang begitu kuat dan menjebak. Kita mungkin tidak beranjak sama sekali. Bahkan, hal-hal yang kita anggap sudah membaik, bisa jadi malah semakin buruk. Demokrasi, misalnya. Nanti kita bahas soal politik!
Sekarang, saya hanya ingin membuat catatan lepas saja. Semacam celoteh awal tahun.
Di November 2024, saya mencoba fokus di Medium, saya tidak menulis atau mengisi www.wawankurn.com lagi. Saya rasa, blog ini akan berakhir, tapi di akhir tahun saya tetap memperpanjang domain. Entah saya akan menulis atau mengisinya dengan catatan baru.
Saat menulis ini, saya baru saja pulang dan bertemu dengan Arham di Bandara Soekarno-Hatta. Dia dan keluarganya baru pulang dari Melbourne setelah dia menyelesaikan gelar masternya.
| Di Bandara Soetta |
Sewaktu berkunjung di Melbourne awal Desember lalu, kami sudah berbincang dan merencanakan pertemuan tadi. Sayangnya, percakapan kami terbatas lantaran ada keluarga yang turut hadir. Di pertemuan sebelumnya, saya sempat menceritakan rencana-rencana saya, begitu juga dengan Arham. Kami bertukar cerita sembari berjalan mengelilingi kota Melbourne. Kala itu, dia menemani saya berkunjung ke beberapa toko buku dan melihat-lihat suasana kampus, tempat dia menempuh studi.
Di sana, dia juga membiarkan saya menikmati makanan kesukaannya, Dragon Hot Pot. Dia memuji tempat dan makanannya, sampai-sampai dia bilang, "Di Indonesia belum ada ini loh! Eh kata temanku sudah ada, tapi di sini lebih enak!"
Saat menulis ini, saya sempat melacak keberadaan Dragon Hot Pot, ternyata sudah ada 9 titik. Ada di Jakarta, Bogor, dan Tangerang. Saat dia pulang ke Makassar, dia jelas tidak akan menemukan makanan andalannya itu. Lain kali, kalau dia berkunjung ke Depok atau Jakarta, sepertinya saya harus membawanya menikmati Dragon Hot Pot.
| Kami menghabiskannya dengan bersih! |
Setelah menempuh kurang lebih 7 jam dari Melbourne ke Jakarta, Arham dan keluarganya transit sekitar 4 jam di Bandara Soetta sebelum kembali melanjutkan perjalanan ke Makassar. Sungguh perjalanan yang melelahkan, dengan dua bocil dan barang-barang yang penuh di bagasi.
Semoga perjalanannya lancar bro Arham!
Mari kita kembali ke pertanyaan awal di tulisan ini, Mau Jadi Apa?
Sartre pernah mengatakan, "Existence precedes essence" (keberadaan mendahului esensi). Manusia barangkali harus bertarung dengan pencarian maknanya sendiri. Sesuatu yang tak ada habis-habisnya. Namun, di sisi lain, ini juga yang membuat kita mengalami kecemasan eksistensial.
Salah satu buku yang saya baca di tahun 2025, dan mungkin akan saya rekomendasikan adalah "Start Making Sense" Kita akan dibawa perlahan untuk melihat bagaimana absurditas kehidupan hari ini dan memahami bagaimana manusia harus berjuang dan bertahan menghadapi seluruh ketidakpastian.
| Sumber Gambar: X |
Tentu semua itu bukan perkara mudah. Apalagi, jika kita berada di Indonesia. Jika di awal tulisan saya sempat membahas tentang demokrasi, mungkin teman-teman sudah paham. Sudah cukup banyak konten edukasi untuk memperlihatkan betapa rumit dan kacaunya situasi hari ini. Atau, jika teman-teman pernah melihat Meme, Masuk Surga Jalur WNI, mungkin itu bisa menggambarkan bahwa pelan-pelan masyarakat sebenarnya mencoba menyampaikan pesan.
Hanya saja, ketika kini kita berada di lingkungan pemerintah yang mementingkan self-presentation dibandingkan melayani masyarakat, sesuatu yang buruk kemungkinan semakin bertambah.
Rasanya senang ketika di beberapa kesempatan, tagar Warga Bantu Warga, ini bisa memperlihatkan solidaritas yang kian kuat. Hanya saja, di sisi lain, potret itu semakin memperlihatkan bagaimana kualitas pemerintah kita yang tidak peduli sama sekali. Narasi yang dibangun terus dibombardir dengan sebentuk pengamanan yang seolah stabil atau baik-baik saja. Di tahun 2024, saya sempat menulis tentang politik emosi.






Post a Comment: