Tujuh Buku Yang Berkesan Bagi Saya di Tahun 2017

Tahun 2017, boleh saya sebut sebagai tahun yang penuh harapan. Walaupun pada akhirnya, satu demi satu harapan itu pupus. Dan apa pun yang terjadi, saya tetap akan menyebutnya tahun harapan. Memulai tahun 2018, saya menuliskan catatan singkat tentang tujuh buku yang berkesan bagi saya di tahun 2017. 

Saya memulai 2017 dengan membaca buku ini. Sebelum tahun ini berakhir, saya berencana untuk kembali membaca “Waiting for Godot” Kemungkinan ini cukup besar. Kau juga bisa mencobanya. Mungkin hidup adalah penantian yang tak berujung. Kita seperti menunggu Godot yang tak kunjung tiba. Oh Godot, mengapa Samuel Beckett menciptakanmu bersama Vladimir dan Estragon yang tetap setia menantimu?

Saya membacanya di hari ulang tahun saya. Beberapa hari sebelumnya, saya telah berencana untuk berkunjung di katakerja. Mungkin ini bentuk perayaan dari diri dan untuk diri sendiri. Saya berniat membaca buku apa saja dan menghabiskan waktu di perpustakaan. Sebelum membaca buku “Para Penggila Buku” ada beberapa buku yang saya baca, namun saat menemukan buku ini terpajang di rak gantung persegi, saya langsung mengambil dan fokus pada buku ini saja.

Saya menyelesaikan buku ini hari itu juga, mungkin tiga atau empat jam. Beberapa tulisan di dalam buku ini saya rasa terlalu singkat, perlu dipanjangkan lagi dan dilengkapi. Tapi mungkin karena singkat itu juga, penulis menyusunnya dengan lebih padat.  Saya harus berterima kasih pada Diana A.V. Sasa dan Muhidin M. Dahlan yang menyusun dan menulis buku ini dengan rapi. Yang kemudian menemukan saya di hari ulang tahun yang sepi di luar tapi ramai di jiwa saya. 


Buku ini ditulis oleh salah seorang yang menjadi saksi bagaimana Borges mencintai buku. Betapa Borges tetap menikmati buku walaupun harus mengalami kebutaan. Alberto Manguel harus menjadi seorang pembaca bagi Borges yang buta. Dari Borges pula, kita belajar tentang kerendahan hatinya sebagai seorang pembaca. Diceritakan pula pengalaman Alberto Manguel saat pertama kali dia berkunjung ke apartemen Borges, tak banyak buku-buku yang terpajang di apartemennya. Bagi Borges, hidup sederhana dan tidak memamerkan segala hal yang dimiliki menjadi jalan hidupnya.  

Punya pengalaman bersama Borges tentu berkesan bagi Alberto Manguel. Saya kadang ingin melihat kehidupan para pembaca lebih dekat. Tapi setidaknya, 74 halaman dari buku “With Borges” membawa kita untuk merasakan bagaimana hidup bersama seorang pembaca yang sebenarnya, Borges.

Dari buku ini, saya belajar banyak tentang potensi orang-orang muda dan gerakan yang pas dalam pengembangan diri mereka. Awal tahun 2017 membuat saya bimbang untuk melanjutkan program “Positive Youth Project” yang telah kami jalankan setahun sebelumnya. Sebuah program yang bertujuan memberi ruang pada orang-orang muda untuk belajar bersama dan saling berbagi. Dari buku ini, saya kembali mendapatkan semangat untuk melanjutkan program itu. Saya bersama beberapa orang teman sepakat untuk membaca buku ini dan setelah itu kami diskusi langsung bersama penulisnya.

Menjelang persiapan Positive Youth Project 2017, kami berkumpul di katakerja. Mengitari meja rapat persegi panjang di katakerja dan dikelilingi buku-buku, kami berdiskusi diselengi dengan candaan khas dari penulis yang menceritakan pengalamannya. Di awal tahun ini, sepertinya kami perlu kembali bertemu dengan beliau, merancang Positive Youth Project 2018.



Saya menyelesaikan manuskrip novel saya (sekarang masih di edit dalam waktu yang entah berapa lama)  setelah membaca kumpulan tulisan Orhan Pamuk yang satu ini. Ada beberapa poin penting yang membuat saya belajar dari perenungan serta pengalamannya selama ini. Bagaimana seorang penulis novel menentukan secara sadar dan tidak sadar dari ceritanya. Selain novel karya Orhan, saya merasa esai-esai yang dia tulis dapat dijadikan langkah awal untuk mengenal karya-karyanya.

Di buku ini pula, saya mendengar cerita Orhan dalam membaca sejumlah novel yang berhasil mengubahnya. Orhan menyebut novel sebagai dunia kedua yang mengajarkan berbagai hal dalam pikiran pembacanya. Argumen Orhan dalam buku ini, membantu saya menjelaskan pada orang-orang yang bertanya “Apa sih manfaat membaca novel atau karya sastra?”  


Buku ini seperti panduan bagi pemula yang ingin mengenal tentang Magic Realism. Saya menemukan beberapa nama baru, buku serta film yang wajib saya nikmati. Keinginan untuk menulis buku dengan balutan Magic Realism membuat saya wajib mencatat sejumlah rekomendasi dari buku ini. Saya masih mengedit novel yang itu, tapi entah akan jadi seperti yang saya inginkan atau tidak.

Hidup kadang mengajarkan kita untuk tak terlalu percaya dengan rencana. Mungkin itu bagian dari Magic Realism ya?

Ini buku terakhir yang saya selesaikan di tahun 2017. Sehari setelah menamatkan buku ini, saya kembali membacanya dan mencatat beberapa poin penting yang menarik. Segala yang remeh dari sekitar kita, barangkali paradoks dari segala yang megah. Tahun 2017, saya membaca enam buku karya Milan Kundera. Seperti biasa, Kundera selalu menyelipkan spekulasi filsafatnya dalam cerita-ceritanya. Saya rasa, beberapa hari ke depan saya akan menuliskan review tentang buku ini.  

***

Catatan ini sudah cukup panjang dan membosankan. Semoga tahun baru ini, kita semakin rajin membaca. Saya ucapkan terima kasih pada orang-orang yang menghadiahkan buku untuk saya. Jangan bosan-bosan memberi saya buku. Dan juga orang-orang yang telah membeli atau membaca buku saya.

Selamat datang 2018. Buku apa yang kau bawa untukku?


Halo, Saya Wawan Kurniawan. Terima kasih telah berkunjung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar