Saya dan Han Kang Ingin Menjadi Pohon


Dulu, alasan ibu dan nenek marah kepada saya hanya satu. Alasan itu, karena saya tumbuh menjadi anak yang malas makan. Maka, saat belajar tentang fotosintesis di kelas IV SD, saya pernah berharap untuk dapat berfotosintesis saja. Saya ingin menjadi pohon, dan ibu atau nenek tak perlu berteriak atau marah, ketika saya menolak untuk makan. Maka, jika suatu saat anda bertemu dan kebetulan melihat saya, jangan heran jika saya terlihat begitu kurus (terlebih jika rambut saya mulai lebat tak terurus). Hingga sekarang, saya masih menjadi anak yang malas makan. Belakangan saya berpikir, kurus bisa jadi satu upaya tuk memperlihatkan keberpihakan pada saudara-saudara kita yang masih sulit menemukan makanan. Saat Jokowi terpilih jadi presiden, saya senang karena Indonesia akhirnya punya presiden yang kurus sekaligus bisa jadi simbol dari sebagian besar masyarakat Indonesia. Ah, lupakan masalah kurus itu! 



Sebenarnya, keinginan menjadi pohon itu tiba-tiba diingatkan setelah saya selesai membaca “The Vegetarian” karya Han Kang. Penulis perempuan asal Korea Selatan kelahiran 1970 yang saat ini menjadi pengajar di the Seoul Institue of the Arts. Dalam novelnya, Han Kang telah melahirkan Yeong-hye yang dengan alasan mimpi berniat menjadi seorang vegan. Ada bagian ketika Yeong-hye memutuskan untuk tidak makan lagi. Setelah sebelumnya memutuskan untuk vegan, dan menolak makan daging, tingkatan setelah itu membuatnya merasa tak perlu makan apa-apa. Akhirnya, suatu pagi saat ia masih dalam masa perawatan di rumah sakit, ia melepas seluruh pakaian dan berdiri terbalik. Menganggap kedua tangannya menjadi akar. Tubuhnya jadi batang. Lalu membayangkan sekuntum bunga tumbuh dari segetiga gelap miliknya. Yeong-hye juga sedang ingin berfotosintesis.  

Jika membahas buku ini lebih lanjut, novel dengan tebal 188 halaman ini terbagi dalam tiga bagian besar. Bagian pertama, “The Vegetarian”, lalu bagian kedua, “Mongolian Mark” dan bagian terakhir, “Flaming Trees.” Setiap bagian menceritakan potongan-potongan kejadian yang dialami tokoh utama. Dimulai di bagian pertama dengan mengambil sudut pandang suami, ia menceritakan bagaimana tokoh utama melewati titik-titik awal menjadi seorang vegan. Potongan mimpi-mimpi tokoh utama pun diceritakan. Perubahan perilaku serta kepenatan sang suami yang sulit menerima keputusan istrinya. Di bagian kedua, sudut pandang kakak ipar Yeong-hye yang terobsesi dengan tanda di tubuh tokoh utama. Yang kemudian disulap dengan menjadi lukisan bunga-bunga. Dan saat lukisan itu hadir, Yeong-hye merasa lebih baik. Di bagian ketiga, ada sudut pandang kakak perempuan Yeong-hye. Pada bagian inilah, Han Kang menggambarkan hubungan antara tokoh utama dari sudut pandang masa silam dan secara psikologis antara seorang kakak dan adik.   

Dari tiga sudut pandang itulah, saya merasa Han Kang membangun karakter tokoh utama dengan begitu kuat dan kokoh. Secara tidak langsung, berbagai simbol yang dihadirkan dari awal hingga akhir menguatkan kekuatan tokoh utama. Sebenarnya, tokoh utama tengah mengalami masalah kesehatan mental yang serius. Terlebih saat harus dirawat di rumah sakit jiwa, lalu dokter memvonisnya tengah menderita schizoprenia dan anoreksia. Dengan gaya penulisan yang khas dari Han Kang, pembaca akan menikmati setiap alur yang telah diciptakan dengan pas. Salah satu hal lain yang juga membuat saya kagum adalah dengan ide sederhana akan keputusan menjadi “vegan” berhasil membuat cerita berkembang dengan menyentuh berbagai hubungan. Cerai dengan suami, orang tua yang juga dibuat pusing hingga ayahnya marah, hubungan kakak perempuan yang juga ikut terganggu.

Saya pun ikut terganggu. Kembali mengingat keinginan menjadi pohon adalah sesuatu yang akan membuat ibu dan nenek saya marah dengan anak kecil yang tetap ada dalam diri saya.

Halo, Saya Wawan Kurniawan. Terima kasih telah berkunjung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar