Bagaimana Menulis Novel Psikologis?

Haruki Murakami, dengan alasan yang tidak dapat saya jelaskan di sini, saya membaca beberapa bukunya dalam waktu yang bersamaan. Setelah After Dark, lalu membaca Colorless Tsukuru Tazaki and His Years of Pilgrimage, kemudian lanjut membaca A Wild Sheep Chase. Di bagian awal saat membaca buku A Wild Sheep Chase, saya nyaris berhenti dan memutuskan untuk tidak lanjut membaca. Namun, beberapa review buku sebelumnya telah menjelaskan jika dibagian awal memang membosankan namun jika berhasil melewati kebosanan itu, kau akan memilih untuk segera menyelesaikannya. Entah saya terpengaruh review buku atau memang membosankan, saya ragu.

Sumber: kazuya-akimoto.com


Buku itu juga membuat saya kembali membaca sekilas, Hear the Wind Sing yang diterjemahkan menjadi “Dengarlah Nyanyian Angin”. Semestinya, sebelum membaca A Wild Sheep Chase, saya mesti menyelesaikan Pinball dan kemudian mulai membaca Dance Dance Dance. Saya selalu tertarik dengan novel yang didalamnya ada hubungan manusia dan hewan. Dulu, ketika saya masih kelas III SD, ayah saya memberikan sebuah buku yang berkisah tentang seorang anak yang memelihara kambing, saya lupa judul buku itu.

Saya curiga, jika buku itu yang membuat saya selalu mencari cerita yang serupa. Tentu saja, buku Murakami kali ini tidak sesederhana buku semasa kecil saya. Buku yang bercerita tentang pencarian domba yang ditubuhnya ada tanda bintang, seorang gadis dengan telinga ajaib dan memiliki indera keenam, dan perjalanan demi perjalanan yang dilalui si tokoh “aku” dalam novel tersebut. Diakhir novel tersebut, si tokoh “aku” bertemu dan berbincang dengan The Rat, sahabatnya yang telah meninggal, yang di dalam tubuhnya telah dihuni seekor domba. Mungkin novel ini dapat tergolong sebagai novel psikologis, seperti halnya Lelaki Harimau karya Eka Kurniawan yang beberapa hari ini sedang dibanjiri selamat lantaran berhasil menjadi buku Indonesia pertama yang dinominasikan untuk The Man Booker International Prize. Margio yang membunuh Anwar Sadat telah memberikan sesuatu yang menyenangkan untuk Eka, atau sebaliknya.

Bagaimana menulis novel psikologis? Saya yang pernah kuliah di Fakultas Psikologi kadang sombong pada diri sendiri, jika mampu membuat novel serupa yang juga baik bahkan lebih baik. Namun seperti orang-orang pada umumnya, saya masih berangan tanpa usaha yang pantas. Bodoh juga jika saya hanya bermodalkan pelajaran-pelajaran psikologi untuk memancing dan mengajak pembaca untuk masuk ke dalam tulisan kita. Ini hanya pertanyaan yang belum mampu saya jawab dengan baik. Di lain waktu semoga terjawab, atau akan ada seseorang yang bersedia membantu serta menjelaskannya lebih baik. 

Sebelum selesai, saya ucapkan selamat kepada Eka Kurniawan atas pencapainnya. Tokoh Margio telah dirasuki harimau dan entah apa yang merasuki Eka saat menulis? Atau juga dengan Murakami? Eh, buku Eka yang hari ini baru saja launching sepertinya akan lebih keren. Apa yang kembali merasukinya?

Halo, Saya Wawan Kurniawan. Terima kasih telah berkunjung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar