Mengenal Voltaire

Voltaire. Saya baru saja menyelesaikan salah satu karyanya berjudul Si Lugu (L’Ingenu, terjemahan Ida Sundari Husen). Buku yang ditulis Voltaire pada usianya yang ke-73. Ada banyak hal saya dapatkan dari buku setebal 117 halaman itu. Membaca Si Lugu membuat saya seringkali berpikir dan bertanya-tanya, bagaimana seorang penulis mampu menciptakan tokoh yang polos. Anak-anak atau sosok kekanak-kanakan. Saya cenderung senang dengan tokoh anak-anak dengan gaya yang benar-benar diterima oleh semua umur. Tokoh seperti itu, mungkin saja akan menjadi cermin bagi pembaca untuk melihat bahwa dirinya pernah seperti itu. Kedewasaan kadang membuat seseorang berubah, dan lupa pada hal-hal baik masa kanak-kanak.

Pada cerita si lugu, dikisahkan tokoh yang benar-benar apa adanya, bersahaja, dan memiliki keinginan kuat untuk belajar. Si Lugu sebagai tokoh utama yang berasal dari Huron pada akhirnya mengalami peristiwa-peristiwa penting. Seperti halnya ketika ia jatuh cinta pada nona Saint-Yves dan ketika belajar untuk berpikir dari Gordon di dalam penjara. Belajar mencintai dan belajar berpikir adalah pengalaman yang menarik dalam kisah si Lugu. Selain itu, kritik penulis akan pemerintah dan agama menjadi pesan-pesan penting. Bagaimana kondisi pada saat itu begitu bobrok, dan dengan keberadaan si lugu, ia mencoba untuk memberikan hal-hal yang luput dari perhatian. Kritik pada pemerintah dan juga pada sejumlah pemeluk agama. Satu hal menarik juga adalah saat nona Saint – Yves yang harus rela memberikan kehormatannya demi membebaskan si Lugu ketika ditahan dalam penjara. Namun, perbincangan antara si lugu dan Gordon dalam penjara tak kalah menariknya. Karya Voltaire selanjutnya yang hendak saya baca adalah Zadig. 

Halo, Saya Wawan Kurniawan. Terima kasih telah berkunjung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar