Melihat Akuarium

Ujung Pandang, 12 Mei 1998

Semakin aku melihat di ruang paling dalam, semakin sulit aku melihat apa yang ingin kutemukan. Dari jauh atau dekat, yang terlihat kadang sama dan membingungkan. Seperti itu saat aku duduk di depan akuarium. Akuarium ini membuatku betah duduk berlama - lama. Aku terus melihat enam ikan hias di dalamnya. Usiaku berjumlah sama dengan ikan di akuarium ini. Aku bahkan berharap akuarium ini adalah hadiah ulang tahunku. Tapi, itu hanya sebatas angan anak kecil sepertiku. Ayahku, telah menjadi seorang lelaki paling baik, hingga membuat aku sulit untuk meminta banyak hal kepadanya. Kami tinggal di sebuah kontrakan kecil yang dihuni beberapa mahasiswa. Dan beberapa pasangan yang baru berkeluarga. Di ruang tamu tempat kontrakan itulah, aku sering menghabiskan waktu untuk berdiam dan melihat akuarium.

“Itu ikan apa ?”
“Yang mana?”
“Ikan yang ekornya lebih panjang dari yang lain, itu yang di dekat gelembung!”
“Bagaimana kalau kamu memberinya nama?”
“Boleh aku memberinya nama?”


Percakapan itu terjadi saat pamanku datang menemani. Sesungguhnya, dia bukanlah pamanku yang sebenarnya. Dia bukan keluarga kami. Tapi, ayahku telah tinggal sejak dia mahasiswa dan dekat dengan paman. Usianya beberapa tahun lebih tua dari ayahku, dan dia serasa telah menjadi bagian dari keluargaku. Dia penyayang dan cukup sabar menerima pertanyaan serta permintaan aneh seorang anak ingusan sepertiku. Berkat paman, aku memberi nama ikan itu sesuai dengan keinginanku. Nama - nama ikan itu; langit, awan, bintang, matahari, bulan, bumi.    

*

Pamanku seorang pengrajin kursi. Jika mendapat pesanan dari pelanggannya, aku senang menemani dan melihatnya bekerja. Jika tidak seperti itu, di ruang tamu kami akan bercerita tentang apa saja. Aku akan memanggil langit, awan, bintang, matahari, bulan, bumi. Ayahku akan tersenyum melihat tingkahku dan bertanya, “Ikan mana yang langit? Mana yang bulan?” Aku selalu menjawab sambil menunjuk ikan dengan ciri masing - masing. Aku tak pernah mampu bercerita tentang alasan apa dan bagaimana melihat perbedaan tentang ikan - ikan itu. Tapi saat aku memutuskan nama mereka, pamanku membantu dan mengerti apa niat dan maksudku memilih nama mereka.

Hari ini paman membuat kursi kecil dengan sandaran yang begitu empuk. Dia membuatnya khusus untukku. “Ini tempatmu jika ingin bercerita dengan temanmu!” katanya. Karena ayahku dan ibuku bekerja dan kuliah, aku banyak menghabiskan waktu bersama pamanku. Ayahku seorang wartawan di surat kabar lokal. Sedangkan ibuku tengah melanjutkan kuliahnya. Meskipun begitu, mereka adalah kedua orang tua yang baik.

Aku selalu ingin meminta hadiah akuarium. Mungkin saja, di hari ulang tahunku yang ketujuh, aku bisa mendapatkannya. Tapi sayang, aku merasa takut jika permintaanku itu akan jadi beban bagi kedua orang tuaku. Kami masih kesulitan dalam hal keuangan. Walhasil, aku menyimpan impian jika suatu hari nanti, aku akan memiliki langit, awan, bintang, matahari, bulan, bumi yang bisa kusimpan di dalam kamarku sendiri. Aku ingin melihat ikan - ikanku tertidur sebelum aku terlelap. Selama ini, ayah dan ibuku tak pernah membiarkanku bebas hingga larut malam untuk duduk di depan akuarium. Mereka akan memanggilku masuk ke dalam kamar jika malam tiba pada pukul Sembilan. Jam itu cukup larut untuk anak usia enam tahun sepertiku. 

“Kapan aku bisa melihat mereka tertidur?”
“Di mimpimu, kau bisa meminta mereka datang ke mimpimu!” jawab ibuku.

Sebelum tidur, aku selalu berdoa agar Tuhan mengabulkan harapan itu. Bermimpi melihat mereka tertidur, mungkin bukanlah sesuatu yang sulit untuk Tuhan wujudukan. Beberapa tahun ke depan, aku ingin merasakan malam sebagai kesempatan yang lebih baik untuk berlama - lama memandang kebisuaan. Melihat akuarium misalnya. 

____________________________________________________________
*Jika diberi kesempatan menulis sesuatu yang lebih panjang. Aku hendak menulis masa kecil yang pelan - pelan mengajariku tentang satu, dua hal. Masih belum bisa kusebutkan di sini. Semoga ada kesempatan dan kekuatan untuk memanjang tulisan ini.

Halo, Saya Wawan Kurniawan. Terima kasih telah berkunjung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar