Enam Puisi di Koran Cakrawala Makassar

Doa Duka (1)

seperti kata Tuan, Tuhan sedang berbahagia
tugas manusia belum sepenuhnya terselesaikan
pemahaman kita telah karam di serang ketiadaan
hidup kata dimaknai ganjil hingga ditanggalkan

langit terperangkap muslihat awan dan kerap menipu
mata manusia mulai mencari pekerjaan baru
selain mengenal kehidupan yang semestinya
di dalam ruang Tuhan, lampu tak lagi menyala

ketika petaka tiba, Tuhan sedang berbahagia
sebagian manusia mencari cahaya – cahaya
sebagian lain, sedang sibuk menenggelamkan diri
dalam kegelapan yang dianggap cukup santun

Makassar, 2014




Doa Duka (2)

baling – baling di pematang sawah
berputar memecah angan seorang petani,
angin hendak bergegas melepas sesal,
sementara itu, waktu telah dilukai prasangka

tubuh angin berkhayal untuk mampu menjelma
sesuatu lain yang lebih dari putaran baling bambu
sedangkan angan yang pecah, kini ditabahkan
oleh prasangka yang kelak tak henti berputar

di dalam baling – baling itu,
Tuhan menakar nasib seorang petani
bila saja memungkinkan, akan ada yang tertukar
seusai duka, tumbuhlah bahagia

petani mengirimkan benih doa
berharap Tuhan segera menyuburkan nasibnya

Makassar, 2014




Kota Duka

dengan apa kota ini akan tumbuh penuh teduh,
setelah jalan – jalan panjang menuju pulang
terbentang di atas larik berita miring surat kabar
ruang- ruang dipenuhi terik yang mencekik

dalam kepala kita ada yang hendak berlomba
menolak dan melepaskan pedihnya
menjelma wajah lain tentang nestapa
kota ini terlupa dari riwayatnya

namakan saja, kota duka
tempat benih luka tumbuh
menerima nasib


Makassar, 2014




Bulan Patah

sejak sajak tentang petang
engkau hadiahkan
kepada anak-anak pemanggil hujan

duniamu tak lagi berpindah diam-diam,
tetapi bersembunyi dari senja menuju malam
dari kesunyian menuju keramaian
memanggil-manggil denting bintang jatuh

sejak kemarin, kita telah berpindah
berhenti menunggu kegagalan kata
pada sebuah malam
yang ditanggalkan tuannya sendiri
sambil berusaha mematahkan
kata dan juga bulan di wajah kekasihnya

bila engkau berpindah
lalu berdoa sendiri
kau akan ikut untuk menadah
nyanyian sepi
bersama anak-anak kata

bulan akan kau patahkan
agar berpindah retak
ke dalam jiwa dan waktu.

Makassar, 2014



Kepulangan

Ketika kuhadiri pertalian
yang dikabarkan langit kepada ombak
terhubung ikatan dari seluruh
tetes kelahiran air mata
menuju kepulangan

pada sebuah ruang
sangat lapang hadiah bumi
menjelma pada reranting
terbawa jauh di bibir pantai

kembali menuju kepulangan
dengan jarak amat panjang
penuh rintang


Punaga, 2014


Ingatan

Pagi yang berdesir
 serupa nyanyian ombak
angin memeluk erat,
sangat hangat

hingga terlupakan
sejumlah pelukan
sebulan kemarin
dari kenangan  yang
kita terka dengan ingatan  seadanya

peristiwa di seberang pulau
tentang nelayan dan jaringnya

peristiwa tentang pendaki
merayu dua buah kakinya
menemui ketinggian

peristiwa tawa seorang anak kecil
yang baru pulang dari sekolah
seluruhnya terekam,
kita terka dengan ingatan seadanya
seadanya saja.

di dalam ruang yang kita tanggalkan
kita lupakan setelah pulang ke kota


Punaga, 2014

*Keenam puisi di atas telah diterbitkan di Kolom Sastra Koran Cakrawala. 

Halo, Saya Wawan Kurniawan. Terima kasih telah berkunjung.

3 komentar: