Revolusi Guru Era Digital

John Jay Chapman, salah seorang penulis Amerika yang lahir di bulan Maret 1862 menyimpan pesan bijak yang patut untuk selalu kita renungkan. Chapman yang merupakan lulusan Universitas Harvard, pernah menyatakan bahwa “kebajikan saja takkan cukup sebagai modal menjadi seorang guru, demikian juga pengetahuan saya. Anugerah mengajar adalah sebuah bakat yang khas dan melibatkan kebutuhan serta hasrat dalam diri sang guru sediri”. Mengajar menjadi upaya yang membutuhkan keinginan untuk memberikan pencerahan. Guru menjadi salah satu pilar terdepan dan strategis dalam menopang terciptanya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.

Pada proses tersebut, ada banyak tantangan yang akan dihadapi oleh seorang guru. Salah satu tantangan adalah menghadapi desakan era digital. Pada sebuah seminar A Parenting and Educators Workshop “Different Child, Different Brain, Different Needs” yang pernah dilaksanakan di Jakarta. Dosen dan konsultan BrainFit Singapura, Regina Chin pun berpesan, bila para guru harus menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dalam menerapkan metode pembelajaran. Saat ini, para siswa tak terlepas dari sejumlah perangkat dan kemajuan teknologi. Menurutnya, penyesuaian penting agar guru bisa mengikuti pola pikir para siswanya.

Menurut data dari Kemenkominfo, Indonesia masih memerlukan lebih dari 60 juta orang melek digital. Menghadapi sejumlah persaingan global, tentu bangsa kita diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih baik dan menghindari ketertinggalan. Teknologi informasi maju pesat. Setiap manusia modern pun dituntut menguasainya. Nyatanya nasib sial mengungkung siswa di Indonesia karena Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menargetkan semua guru baru melek teknologi informasi (TI) pada tahun 2020. Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, Sulistiyo, mengakui saat ini masih banyak guru yang belum melek teknologi dan informasi. “Dari hasil uji kompetensi terhadap 1,3 juta guru, ternyata sekitar 30 persen guru, terutama yang sudah tua kesulitan menggunakan teknologi Internet,”

Perhatian Pemerintah
Indonesia membutuhkan guru yang kompeten dan profesional. Eksistensi guru yang kompeten dan profesional merupakan syarat mutlak hadirnya sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas. Hampir semua bangsa di dunia ini selalu mengembangkan kebijakan yang mendorong keberadaan guru yang berkualitas. Salah satu kebijakan yang dikembangkan oleh pemerintah di banyak negara adalah dengan menempatkan bidang pendidikan sebagai bidang yang perlu mendapat perhatian khusus dengan menyediakan hardware & software yang memadai. Selain itu, jaminan kesejahtraan hidup bagi para pendidik adalah suatu aspek fundamental agar tercipta para edukator yang qualified, kompeten, dan profesional.

Bila kita belajar dalam sejarah bagaimana Jepang bangkit setelah jatuhnya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, pemerintah seharusnya memberikan prioritas lebih pada peningkatan kualitas guru. Pendidikan dijadikan sebagai prioritas utama, Jepang bangkit dengan pesat hingga menjadi negara yang super maju baik dalam IPTEK maupun peradaban. Berbeda dengan Jepang, Malaysia yang pada tahun 1980an banyak mengimpor guru dan belajar dari Indonesia, dalam waktu relatif singkat mampu mensejajarkan dirinya dengan negara-negara maju lainnya di dunia. Hal tersebut dapat terjadi karena perhatian pemerintah yang sangat besar terhadap dunia pendidikan termasuk kualitas dan kesejahteraan guru.

Para guru sudah seharusnya diberikan sebuah pelayanan khusus terkait berbagai kendala yang dihadapi. Sebab guru sekarang ini hidup dalam era digital, dan guru berinteraksi dengan murid-murid yang sangat melek digital. Mereka sangat ahli sekali menggunakan teknologi canggih itu sekarang ini. Mulai dari teknologi visual (drawing), sampai suara (sound) yang membuat kita berdecak kagum karenanya. Kitapun menjadi tahu tentang istilah digital music, digital drawing, digital photography, mobile aplication, dan Image editing.

Terkait peningkatan kualitas guru di era informasi dan teknologi,  pemerintah membutuhkan langkah terobosan. Terlebih pada tahap kesiapan kompetensi serta daya saing para guru untuk memasuki tantangan di era digital. Sudah saatnya seluruh pemangku kepentingan di dunia pendidikan membuat terobosan dalam upaya meningkatkan kualitas dan daya saing guru seiring dengan perkembangan zaman yang menuntut guru untuk selalu dapat menyesuaikan diri dengan cepat, kualitas guru wajib untuk lebih ditingkatkan. Bila memungkinkan, pemerintah dapat menciptakan sebuah revolusi dalam proses pembangunan pendidikan di Indonesia.  

Kompetensi TIK
Perlu lompatan-lompatan besar dalam meningkatkan kualitas guru di Indonesia. Meningkatkan profesionalisme guru di sekolah harus dilakukan secara terpadu dan sistematis. Terpadu artinya melibatkan banyak sektor dan komponen dalam pendidikan, dan sistematis artinya dilakukan secara terencana, berkelanjutan dan menggunakan mekanisme yang efektif. Disamping itu tidak boleh dilupakan, upaya perbaikan taraf hidup guru sebagai daya dorong bagi guru untuk dapat lebih berkonsentrasi dalam mengajar dan mendidik.

Tentu, peningkatan kompetensi Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) guru harus sejalan dengan pengadaan sarana yang memadai, walau pun demikian peningkatan kemampuan kualitas guru melalui TIK harus menjadi visi sinergis dan terintegrasi sehingga perkembangan TIK, Perkembangan siswa, dan perkembangan kompetensi guru berjalan lurus mengikuti arah perkembangan pendidikan dan pembelajaran.

Ada dua hal yang dapat diperkaya dengan memakai teknologi internet dan media sosial. Pertama, guru dapat memanfaatkan teknologi untuk memperkaya materi belajar. Narasi di kelas tentang revolusi Perancis dapat lebih membangkitkan perhatian jika dilengkapi dengan foto-foto tentang Perancis yang sangat mudah didapatkan di Internet. Demikian juga diskusi tentang Biologi dapat diperkaya dengan video yang dapat diunduh dari YouTube.

Kedua, melalui internet dan media sosial, guru dapat menjalin komunikasi yang lebih dekat dengan siswanya. Internet juga memungkinkan komunikasi guru dan siswa tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Siswa yang mempunyai pertanyaan di malam hari bisa langsung bertanya kepada gurunya. Karena pertanyaan dilemparkan melalui media sosial, proses belajar tidak lagi dibatasi antar guru dan murid, tetapi juga antara murid dengan murid.

Dengan guru yang profesional serta mampu beradaptasi dengan perkembangan era digital, maka  diharapkan output berupa anak didik yang tidak saja cerdas dan trampil, tetapi juga berbudi pekerti luhur serta bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pada akhirnya, mari kembali merenungkan pesan dari salah seorang tokoh pendidikan asal Amerika, Marva Collons, bahwa ketika seseorang diajari suka cita belajar, hal ini menjadi proses seumur hidup yang tak pernah berhenti, proses yang menciptakan seorang pribadi logis. Inilah tantangan dan sukacita mengajar. Selamat Hari Guru.

*Tulisan ini telah diterbitkan di Kolom Opini Koran Fajar, Selasa 25 November 2014.

Halo, Saya Wawan Kurniawan. Terima kasih telah berkunjung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar