Empat Puisi di Awal November
sumber gambar di http://degorontalo.co/ Menjadi Ayah ayah kita tak punya banyak kata dan mungkin pada suatu waktu, kita pandai ...
sumber gambar di http://degorontalo.co/ |
Menjadi Ayah
ayah kita tak punya banyak kata
dan mungkin pada suatu waktu,
kita pandai mencuri, menghilangkan
dan merobek sejumlah buku perpustakaan
ayah kita tak pandai menggertak
hingga kita letakkan diri kata dengan ceroboh
membiarkan tubuhnya kedinginan diserang angin,
diterkam waktu dan disembunyikannya jiwanya
cita-cita kamu dan mereka
ingin menjadi ayah yang lebih baik
dengan kata – kata sederhana
demi langit yang lepang
setelah mengubah kata menjadi bintang
dulu, ayahku bermimpi cukup jadi bintang
dan tiba hari kelahiranku, membuat ayah
mencari toko kata, dan hendak membeli doa
agar aku punya banyak kata dan menjadi bintang
setelah ayah benar – benar kehabisan kata
sebelum menemui Tuhan yang baik kata dan hati
2014
Ingatan Malam Kemarau
seperti biasa di dalam gelap malam
di sebuah ruang lapang kepala seseorang
seluruhnya diliputi kecemasan
seperti milik ranting pohon di musim kemarau
sore tiba dengan malu-malu,
hingga hampir seluruh daun
menanggalkan dirinya menuju suatu tempat
daun itu pulang tuk bertualang
dari tiada kembali ada, dan menjelma doa
demi menemani luka seorang pelancong dari jauh
yang menyerahkan dirinya pada kesunyiaan
kini, ada hujan di dalam kepalanya
menahan daun-daun kering
menunggu kelahiran – kelahiran
dan menyuburkan bahagia siapa saja
kemarau ditiadakan
demi batinnya pada malam
pada malam – malam panjang di bulan sepi
terkenang dirinya di masa lampau
setelah mencoba meninggalkan tubuhnya
kehidupannya berubah, tumbuh lebih tabah
namun jiwanya berusaha tak dibiarkan kering
meski kemarau masa lampau masih bersahaja
mencipta nestapa menggoda ketabahan
dedaunan berguguran, ditinggalkan dan meninggalkan
dan waktu perlahan senang menegur siapa saja
seperti ingatan malam kemarau yang diam – diam
menjelma duka dalam kepala seorang pelancong sepertimu
2014
Perjalanan Air Mata
pada malam panjang
di akhir musim penghujan
dengan bahasa kesepian jalan kota,
kupeluk seorang perempuan
sambil mendengar suara dalam jiwanya
di sana, ada anak kecil menangis terisak
lalu kami menggunakan bahasa baru
yang mampu melarutkan kami
ke dalam air mata,
sebelum hujan mengajarkan bumi
tentang menghitung gemercik waktu
dan suara-suara panjang alam memanggil
kekasihnya yang menghilang
kutumpahkan tangisan kata
di sepanjang puisi
yang menahan tangis sejak kemarin
sebab kini, Tuhan meminta kita
mengembalikan air mata yang telah dipinjamkan
membiarkan duka yang kering,
kembali basah pada hujan terakhir di tahun ini.
2014
Menyiasati dewasa
Dijatuhkannya ketabahannya
pada jiwa anak-anak
yang ingin belajar
berlari dan meminta pada angin
agar layang-layang putus kemarin
tertahan pada reranting di samping mesjid
tempat dua burung camar bersanding
memimpikan sarang yang tercipta
dari keinginan masa lampau
sepasang kekasih jauh lebih mendamba
maka dilahirkan kicau dalam kalbu
pada pagi hari yang penuh merdu.
angin menyimpan sebagian tubuhnya
pada tahun-tahun yang panjang
di saat sejumlah anak – anak menghitung tawa
hingga dewasa nanti, ketabahan bersiap pergi
melupakan peristiwa di samping mesjid
dan lagi, Tuhan selalu menang menciptakan kita
2014
*Empat puisi di atas telah diterbitkan di http://degorontalo.co/puisi-puisi-wawan-kurn/
Post a Comment: