Ziarah
Sepuluh tahun yang lalu, saya seperti menemukan seorang lain dalam kepalaku. Pada sore yang dipenuhi diam dan hingga akhirnya membuatku bel...
Sepuluh
tahun yang lalu, saya seperti menemukan seorang lain dalam kepalaku. Pada sore
yang dipenuhi diam dan hingga akhirnya membuatku belajar untuk menjadi orang
lain. Hari ini, saya kembali merasa tersesat dalam pengalaman itu. Saya menjadi
orang lain yang tak pernah memahami siapa yang tumbuh dalam diri saya. Ingatan
itu setia kepada cemasku, tak ada tanda-tanda jika dia hendak berhenti
mengusik. Bagaimana pun, ingatan itu memberikan saya alasan untuk terus
belajar. Maka, saya menulis ini, sebagai upaya untuk menunangkan atau mengurai
perasaan itu. Ini kali pertama, saya akan bercerita tentang kakek dan sore yang
di dalam ingatanku tersimpan rapi. Semua ini rangkaian proses belajar yang
masih kunikmati, apa pun itu.
“Kakek
saya” itulah jawaban ketika ada teman, guru, dosen, atau siapa saja yang
bertanya tentang orang penting dalam hidupku. Saya dapat belajar menikmati
hidup, semua itu karena beliau yang mencurahkan waktunya untuk bercerita banyak
hal tentang nilai-nilai kehidupan. Pada masa kanak-kanak saya, ketika ayah dan
ibu sedang sibuk di luar kota, kakek menjadi pengganti orang tua. Tepatnya
kakek dan nenek saya yang ada di Soppeng.
Mereka berdualah, yang dengan tulus membesarkan saya.
Hari
ini, tepat sepuluh tahun kepergian kakek saya. Saat merayakan Hari Raya Idul Adha pagi tadi, saya membayangkan beliau hadir dan tersenyum. Bayangan dalam
pikiran saya itu, akhirnya membuat saya langsung mengajak ayah, ibu, dan ketiga
adik saya untuk pergi berziarah. Sejak kemarin, saya memang merencanakan semua
ini. Ditulisan saya sebelumnya, saya menuliskan jika saya akan datang dan
bercerita kepada beliau.
*
Kakek
saya meninggal pada hari Selasa, 5 Oktober 2004. Saya menjadi orang pertama
yang menemukan kakek yang pingsan tak sadarkan diri di halaman belakang rumah.
Secara tidak sengaja, saat saya bermain bola, tendangan saya terpental ke arah
belakang. Saya berteriak keras memanggil ayah dan nenek. Tetangga saya yang
mendengar pun datang, membantu ayah saya mengangkat tubuh kakek. Saya tak tahu
sudah berapa lama kakek seperti itu, dan akhirnya ayah dan nenek memutuskan
untuk membawa kakek ke rumah sakit terdekat. Saya dan adik perempuan saya
menunggu di rumah. Waktu itu, ibu saya sedang mengandung Adil (Adik kedua saya)
dan memutuskan untuk menunggu hari kelahiran adik saya di Pinrang.
Saya
menunggu sekitar 15 menit, hingga ayah saya menghubungi saya via handphone.
Mengabarkan jika kakek saya telah tiada. Tak lama setelah itu, tetangga saya
datang membantu dan mempersiakan semuanya. Saya terdiam, dan melihat kakek
datang dengan tubuhnya yang tak lagi seperti biasa. Sejak saat itu, seorang
lain dalam kepalaku muncul dan menetap sampai sekarang. Saya menyesali lantaran
tak datang lebih cepat melihat kakek sebelum pingsan. Jika saja, saya datang
lebih cepat, mungkin situasi akan jauh lebih baik.
Selasa
itu, kakek saya pergi ke pasar dan membeli baju baru untuk dirinya sendiri. Hal
yang jarang ia lakukan sebelumnya. Kenangan
terakhir yang saya simpan adalah makan siang dengan kakek. Beliau sengaja
menunggu saya pulang dari sekolah dan makan siang bersama. Hari ini, saya terkenang sore itu. Saya merasa
bergerak sangat lamban hari ini. Seperti sepuluh tahun yang lalu, saya
terlambat melihat apa yang telah tumbuh dalam kepalaku.
17 Hari setelah kepergian kakek, adik saya yang direncanakan lahir di Pinrang menjelma sebagai teman baru. Karena kematian kakek yang tiba-tiba, ibu saya pulang dan melahirkan adik saya di Soppeng. Saya merasa dia akan menjadi sosok yang bisa membantuku untuk tidak hilang dari kesepiaan. Hari ini, saya yakin jika saya membuat orang menunggu, itu adalah hal konyol. Saya mungkin akan selalu datang terlambat, dan membunuh yang seharusnya hidup lebih lama.
Tulisan ini seolah menyalahkan masa lampau, namun sekali lagi, ini bagian dari proses belajar yang rumit. Kepalaku tengah ramai dengan suara-suara sepi yang berulang seperti sore pada tanggal 5 Oktober 2004. Semoga di sana, kakek berada dalam lindunganNya. Aamiiin.
Post a Comment: