Surat kepada Adil (10 Tahun)
Pulang dan kembali mendengar ceritanya. Itu yang kulakukan sekarang. Hari ini, usianya tepat 10 tahun. Saya masih ingat pagi itu, 17 hari s...
Pulang dan kembali mendengar ceritanya. Itu yang kulakukan sekarang. Hari ini, usianya tepat 10 tahun. Saya masih ingat pagi itu, 17 hari setelah kematian kakek saya, dia hadir dan memberikan perasaan berbeda. Saya punya lebih dari satu orang adik, dan membuat saya merasakan menjadi seorang kakak bukanlah hal biasa, tidak sesederhana dengan apa yang kupikirkan sebelumnya.
Kali ini, saya akan menulis surat untuk Adil Teguh Patengko (22 Oktober 2004). Surat ini, saya siapkan jika kelak, dia menemukanku di sini, sengaja atau tidak sengaja.
sumber: dok pribadi |
*
Untuk Adil Teguh Patengko,
Salam,
Di usiamu yang telah tiba pada angka 10 ini, saya menulis surat yang sengaja tak kuperlihatkan di hari yang bahagia ini. Saya pulang dan berhasil melihat tawamu saat kau membuka kado yang saya berikan. Kau membukanya dua jam sebelum hari ulang tahunmu tiba, dan saya menuliskan surat ini, satu jam setelah kau tertidur.
Saya menghadiahkan sebuah pianika dan buku yang berisikan lagu-lagu nasional, daerah dan anak-anak. Katamu, "Buku ini yang dari dulu saya cari-cari" sambil tersenyum. Setelah kau terbangun, saya masih punya beberapa rencana untuk merayakan 10 tahunmu. Salah satunya, memperlihatkan beberapa ucapan dari teman-temanku, yang juga kau kenal. Namun, beberapa di antaranya ada yang belum pernah kau kenal.
Saya berharap, temanku yang memberi ucapan namun belum kau kenali akan segera kau temukan dan jadikan sebagai teman. Saya senang kau semakin pandai dalam berteman, juga semakin rajin untuk mengajak teman-temanmu datang ke ruang baca (rumah literasi). Saya membayangkan saat kau membaca atau menemukan surat ini, kau sudah tumbuh dengan potensi yang melebihi perkiraanku.
Sungguh, saya ingin melihatmu terus tumbuh dan menjadi seorang adik yang baik. Namun, saya tentu tidak bisa memastikan keinginan itu, terwujud atau mungkin tidak akan terwujud. Salah satu alasan saya menulis surat ini, adalah antisipasi jika di hari ulang tahunmu yang selanjutnya, saya tak lagi mampu berbuat apa-apa lantaran telah berpulang kepadaNya. Dan saya ingin kau menjadi seorang kakak yang lebih baik dibandingkan saya.
Bila kau menemukan surat ini di kondisimu yang sedang gelisah, sakit atau putus asa; saya ingin kau menikmati perasaan itu seorang diri. Kau boleh memanggilku, mengirimkan pesan kepada saya atau langsung menemuiku. Percayalah, perasaan seperti itu jika berhasil dilalui akan membuatmu semakin kuat dan lebih baik. Hidup memang seperti itu, dan kau harus menikmati apa yang telah Tuhan tetapkan. Dan bila kau menemukan surat ini di kondisimu yang sedang bahagia, penuh suka cita; saya ingin kau membaginya kepada orang lain. Siapa saja yang bisa kau temui, dan yang paling utama adalah keluarga. Percayalah, kondisi ini kadang menjadi jebakan.
Semua yang terjadi, biarlah terjadi. Selalu ada rencana Tuhan yang mesti kita pahami. Temukan dirimu dalam kesenyapan yang menenggelamkan keramaianmu. Saya harap kau dengan mudah memahami kalimat sebelumnya. Jika saat menemukan surat ini, saya masih hidup, kabari saya dengan mengirimkan pesan atau cara apa saja yang kau bisa. Tapi, saya berharap kau bisa membalas surat ini di masa depan.
Bagaimana perasaanmu di hari ulang tahunmu yang ke-10? Jawab pertanyaan itu di suratmu. Namun, jika saat menemukan surat ini, saya telah tiada, maka tetaplah menulis surat balasan untuk ini. Surat yang kau balas ini, akan dijaga Tuhan dan tiba pada pemiliknya di waktu yang tepat.
Tumbuhlah, gunakan telingamu sebaik mungkin. Hematlah berkata-kata, dan perbanyaklah membaca apa saja yang ada di sekitarmu. Saya ingin kau menjaga buku-buku yang hendak kuwariskan kepadamu nantinya. Hidup butuh manusia yang menggunakan hatinya dengan baik, maka tetaplah menjadi dirimu yang baik.
Selamat, jaga dirimu, juga rindumu baik-baik.
Post a Comment: