catatan kecil yang tak penting dibaca

Ada baiknya pada saat menunggu, kau mengeluarkan apa saja yang bisa mengajakmu untuk melahirkan kata-kata. Seperti halnya apa yang aku lakukan saat ini. Aku belajar untuk menulis di mana saja dan kapan saja. Beberapa minggu terakhir ini, aku hampir menghabiskan Mei tanpa menulis seperti biasanya. Sekarang aku sedang menunggu, motor merahku sedang dibersihkan yang mungkin akan memakan waktu yang cukup lama. Sesekali aku membersihkan layar laptop yang terkena cipratan air, sesekali melihat jalan dengan kendaraan yang terus lalu lalang.

dok.pribadi
Motor Merah yang sedang di cuci


Tepat di hadapanku, ada penjual es cendol. Sekarang ada sejumlah anak-anak yang berhenti dan memesan es cendol, ada tiga sepeda yang di parker di samping tenda kecil penjual itu. Aku memperhatikan mereka, sambil melihat jam di tanganku. Sepertinya mereka baru saja pulang dari sekolah, mereka masih mengenakan celana merah dan satu orang dari mereka mengenakan seragam olahraga.

Catatan ini tak bermaksud apa-apa melainkan membiasakan diriku untuk menulis dan melepas kemalasan yang selama ini nyaris mematikanku. Beberapa hari ini, aku malah menikmati hal-hal yang tak pantas membuatku untuk bermimpi menjadi penulis.  Ini pertama kalinya aku menulis di tempat seperti ini, di belakangku ada lagu yang dimainkan penjaga, aku lupa judul lagunya. Di sampingku, seorang lelaki yang mengenakan kaos biru dengan anting yang dikenakan di telinga kirinya masih membersihkan motor merahku. Di hadapanku, anak-anak dan penjual es cendol itu sepertinya sedang membicarakan sesuatu yang menarik.

dok.pribadi.
es cendol dan anak-anak

Penjual es cendol itu mengenakan baju persis dengan warna cendolnya. Anak-anak yang berkunjung mulai bermain sambil menikmati es yang ada di hadapan mereka. Jika sempat, rasa-rasanya aku akan bergabung dengan mereka. Mungkin ada cerita atau pelajaran lain yang kudapatkan jika aku ikut mendengar isi dari kepala mereka. Aku sering ke tempat ini, dan aku sudah bisa memprediksi berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membersihkan satu motor. Kira-kira butuh waktu 75 menit.

Aku sempat ingin menghitung jumlah kendaraan yang lewat di depanku, tapi memperhatikan anak-anak yang bermain di warung cendol jauh lebih menyenangkan. Mengamati mereka dari jauh bukanlah hal yang cukup baik, tapi setidaknya aku bisa melihat bahasa tubuh dan senyum atau tawa yang mereka hadirkan.

Pada pandangan lain, kulihat pria yang rambutnya nyaris berganti warna seluruhnya, hitam menjadi putih. Lelaki itu mengenakan vespa putih, dan aku mengenal pria itu di lantai 5 Pinisi. Dia tak melihatku, tapi aku sekedar ingin menceritakannya di sini. Aku tak begitu mengenalnya, tapi setiap kali kami bertemu dia selalu senang bertukar senyum.

Anak-anak itu mendekat dan aku sedikit cemas melihat mereka yang berniat melakukan balap sepeda di jalanan yang cukup ramai. Untunglah, ada seseorang di sisi jalan itu yang menegurnya. Di samping kananku, motor merah sudah dipenuhi dengan busa. Dan tak terasa, catatan yang kutulis telah melebihi 400 kata nyaris 500 kata.

Jika kau membaca catatanku ini, maaf karena tak bisa memberikan sesuatu yang berguna. Akhir-akhir ini, aku senang menulis untuk diriku sendiri dan pada akhirnya kubagi. Hingga tulisan itu dianggap tak begitu berarti apa-apa, padahal untuk aku tentu berarti.

Setelah menulis catatan ini, di tempat cuci motor yang berjarak 2 KM dari rumahku. Aku merasa akan mencari tempat yang tak biasa kutempati untuk menulis, dan aku akan mencoba menulis di tempat itu. Mungkin di kuburan, aku ingin mencari batu nisan yang namanya sama dengan namaku. Mungkin di sana, aku bisa mencuci pikiranku dari sepi menjadi jauh lebih sepi. Hingga kutemukan kesunyian yang bernyanyi, memanggil jiwa untuk kembali pulang ke rumahnya.


Jika kau punya tempat yang menarik, bagilah denganku. Atau mungkin, kita akan bertemu di tempat itu, jika kau berencana untuk itu. 

Halo, Saya Wawan Kurniawan. Terima kasih telah berkunjung.

2 komentar:

  1. Wan menulis dimana saja ; sangat menginspirasi

    BalasHapus
  2. Aku ingin mengajak ragamu berkumpul kelak dlm satu waktu, dalam hiruk pikuk dunia lalu lalang, ku ingin menulis di tengah mereka.
    Seperti layaknya tepi losari yg terik, selasar MARI yg terabaikan, ataukah sejuknya taman Macan di jantung kota. Semoga.

    BalasHapus