Catur dan Cerita Tentang Kakek
Saya dan kakek saya, senang bermain catur. Saya hanya bersuara ketika raja atau ratu dari kakek saya sedang terancam, dari itu saya belaj...
Saya dan kakek saya, senang bermain catur. Saya hanya bersuara ketika raja atau ratu dari kakek saya sedang terancam, dari itu saya belajar untuk sedikit bersuara. Dan kakek lebih sering bersuara, yang tidak lain adalah peringatan jika saya salah memilih langkah yang kurang teliti. Saya tumbuh dan belajar dari kakek, saya sadar bahwa waktu kami banyak berlalu di dalam dunia tanpa suara, dalam hadapan sejumlah bidak catur.
Enam hari yang lalu, saya mendapatkan kabar dari ayah bahwa beberapa menit yang lalu, kakek saya telah meninggal dunia. Seminggu sebelum kakek meninggal, beliau sempat dirawat di rumah sakit selama tiga hari, dan saat itulah saat terakhir saya menemaninya. Dengan sengaja, saya bolos kuliah untuk menemani kakek yang sedang dirawat. Anak kecil dalam tubuhku kadang kala muncul untuk mengajaknya bermain catur, namun melihat kondisinya, itu tidak mungkin lagi kulakukan. Hingga beliau keluar dari rumah sakit dan kembali ke rumah, barulah saya merasa lebih baik dan siap untuk kembali ke Makassar. Sebelum pulang, saya berpesan kepada kakek, “Sehat ki” dan di dalam hati kulanjutkan pesan untuk diriku sendiri “Saya akan jadi cucu yang baik”
Tiba di Makassar, saya masih terus memikirkan kondisi beliau. Kukirimkan pesan singkat ke Ibu untuk menanyakan kondisi beliau, dan ibu menjawabnya “Sudah membaik nak”. Tentu, jawaban itu membuat perasaanku lebih tenang. Dua hari setelah mendapat kabar dari Ibu, ayah menelpon dan mengabarkan berita kematian kakek. Mendengar kabar itu, saya segera menjemput adik perempuan saya dan kemudian pulang bersama ke Soppeng. Kami tiba sebelum Isya. Dan pagi harinya, kami bergegas ke Pinrang.
Beliau di makamkan di Pinrang. Sehari sebelum meninggal dunia, beliau mendesak Ibu agar segera puang ke Pinrang, Kakek dijemput keluarga dari Pinrang dan akhirnya kakek menghembuskan napas terakhirnya di Pinrang.
*
Saya merasa kalah dalam sebuah pertandingan yang dimulai sejak beberapa tahun yang lalu. Saya sendiri tak tahu, seberapa besar kekalahan atau seberapa besar usaha saya untuk menang. Kakek saya tetap ada, dan akan selalu ada. Hanya saja, saya gagal menepati janji untuk menjadi cucu yang baik. Saya kalah dengan janji pada diri sendiri. Beberapa hari setelah kakek dimakamkan, saya jarang berbicara dan lebih senang sendiri. Tapi, hari ini saya tiba-tiba sadar bahwa kakek masih menunggu janji saya. Beliau tidak benar-benar hilang, meskipun di dunia ini saya tidak akan bermain catur atau bersua lagi dengannya, akan ada tempat selanjutnya.
Satu hal saya sadari bahwa dunia tanpa suara yang lahir saat bermain catur bersama kakek, diam-diam menciptakan ikatan jiwa antara saya dan kakek. Kami akan selalu saling merasa dan mendoakan. Dan karena itu, saya akan berbenah dan belajar untuk lebih kuat. Kakek selalu memintaku untuk lebih teliti dan pintar-pintar mengatur strategi tiga langkah, dan pesan itu pula yang membuat saya akan selalu melahirkan rindu untuk beliau.
“Jika kau berjanji, tepatilah secepat mungkin. Karena kau akan dipertemukan rasa sakit, saat orang yang menunggu janjimu kembali pada Tuhan, sedang kau belum menepati janji itu. Bahkan jika kau sempat bertanya pada diri sendiri, seberapa besar usahaku untuk menepati janji itu? Tidak harus sakit yang mengingatkan kita akan janji, tidak harus menunggu sesal agar kita teringat janji.”
*
Jalan Pulang |
Seminggu ini, saya berusaha menghimpun kembali semangat untuk melanjutkan apa yang belum sempat saya berikan pada beliau. Dan terima kasih pada teman-teman yang seminggu ini, menemani dan turut mendoakan beliau.
Status facebook adik perempuan saya yang juga sekaligus doa untuk kakek.
"Yaa Allah, curahkanlah ampunan dan rahmatMu baginya, bebaskanlah dia serta maafkanlah segala kesalahannya, dan muliakanlah kedatangannya, lapangkanlah tempat masuknya, dan sucikanlah dia dengan air, salju, dan embun. Dan bersihkanlah ia dari kesalahannya sebgaimana kain putih dibersihkan dari kotoran. Gantilah baginya rumah yang lebih baik dari rumahnya, keluarga yang lebih baik dari keluarganya, istri yang lebih baik dari istrinya. Dan masukkanlah ia ke dalam jannah serta lindungilah ia dari adzab kubur dan adzab naar."
(HR. Muslim).
Semoga Tuhan memberikan tempat terbaik untuk kakek. Amiiin
Post a Comment: