Hujan di Akhir Oktober
Kemarin, aku menghabiskan malam Oktober dengan cara berjalan ke luar rumah, sendiri. Setiap benda yang kutemui seolah punya kata ...
Kemarin, aku menghabiskan malam Oktober
dengan cara berjalan ke luar rumah, sendiri.
Setiap benda yang kutemui seolah
punya kata yang tak sempat tersampaikan, kepada siapa saja yang berlalu, kepada
masa yang berganti, dan kepada aku yang ingin belajar bahasa sunyi dari bunyi
keheningan yang damai. Aku ingin mematahkan jarak yang terlampau kejam pada
perasaan temu yang menggebu-gebu.
Buku-buku yang kau hadiahkan telah
habis kulahap, tapi rindu kau hadiahkan tak kan pernah habis kubaca. Apakah kau
mengerti akhir kalimat dari sebuah rindu?
Kemarin, aku juga memperhatikan sebatang
pohon manga di halaman rumah, “sudah berbuah ternyata, tapi pohon itu tak
mengalahkan rinduku yang sejak lama berbuah dan siap untuk kau petik”
*
31 Oktober
2013
Aku kembali berjalan, menikmati
akhir Oktober. Terbangun dari malam yang panjang, dengan mimpi-mimpi yang belum
mampu kuterjemahkan. Siang ini, aku disambut langit yang menumpahkan rindunya
kepada tanah, kepada segala yang merindukan hujan. Termasuk aku, apakah langit
menyimpan rindunya kepadaku atau mungkin kau pernah menyimpan rindu di langit?
Dan berpesan suatu saat kau tumpahkan bila tiba hari di mana aku mencarimu.
Dan juga kaca jendela yang
dihinggapi air mata hujan sepertinya ingin berbicara padaku, menjawab tanyaku. Bila
mungkin, aku ingin mengunjungi sebuah perpustakaan bersamamu di akhir Oktober
ini. Tapi, mungkin saat kau membaca ini, kau tengah berada di perpustakaan sambil
bermain grafik, angka statistik.
Hujan di akhir Oktober adalah
denting langit pada keheningan rindu. Irama akan jarak mampu mencipta sebuah
lagu dengan nada yang mampu membuat kita saling merasa ada. Kehadiran bukanlah
sebuah temu yang pasti, kehadiran lebih tepatnya; “kemampuan merasa”.
Bila hari ini, di Kotamu hujan
menjatuhkan rindunya pada tanah. Ketahuilah bahwa, aku juga menyimpan rindu di
langit. Kupinta kepada langit untuk menjatuhkannya, di saat kau ingin merasa
kehadiranku.
“Bila saja kau mampu berkaca pada
hujan, kau akan temukan rinai rindu yang kujatuhkan padamu”
Lihatlah ke langit, katamu “kita
akan selalu melihat langit yang sama” Aku percaya itu.
Kutulis catatan ini di dalam keheningan Perpustakaan Fakultas Psikologi UNM.
Post a Comment: