Trust, Pemilih Muda, dan Pemilu 2014
Tahun 2013 disebut sebagai tahun politik. Sebab di tahun 2013 akan menjadi sasaran para partai politik untuk menggambarkan langkah yan...
Tahun
2013 disebut sebagai tahun politik. Sebab di tahun 2013 akan menjadi sasaran
para partai politik untuk menggambarkan langkah yang akan ditempuh dalam
membenahi kondisi Indonesia saat ini kepada seluruh masyarakat. Sepuluh partai
yang telah ditetapkan KPU untu turut serta di pesta demokrasi mulai merancang
strategi masing-masing. Tentunya, dalam menghadapi pesta rakyat 2014 setiap
partai akan mencoba jalan terbaik untuk memenangkan partai dengan jumlah suara
sesuai yang telah ditargetkan.
Menjelang
pemilu 2014, lembaga survei mulai mengeluarkan data – data yang dapat menjadi
gambaran kondisi pemilu 2014. Mulai dari partai yang dianggap unggul hingga
calon presiden yang akan menang telah diprediksi dengan survei yang rutin
dilakukan kepada masyarakat Indonesia. Dari hasil survei tersebut kondisi
politik di Indonesia pada tahun 2014 dapat terlihat sedikit demi sedikit.
Kondisi
politik 2014 akan ditentukan oleh pemilih yang akan mengarahkan Indonesia
dengan pilihan masing-masing. Tentu saja perubahan dalam lima tahun ke depan
akan dipengaruhi oleh hasil pemilu 2014. Sikap pemilih dalam keikutsertaan pada
proses menentukan wakil rakyat akan menjadi kunci dalam menciptakan sebuah
tatanan perubahan yang diharapkan membawa Indonesia menuju kondisi yang jauh
lebih baik dari hari ini.
Namun,
salah satu kendala dalam proses pemilu yang kadang terjadi adalah maraknya
terjadi kasus golongan putih (golput). Data dari Perkumpulan untuk Pemilu dan
Demokrasi (Perludem) menyatakan bahwa jumlah warga setiap tahunnya menurun
dalam mengikuti pemilu. Pada pemilu 1999, jumlah pemilih yang menggunakan hak
suaranya adalah 92 persen, lalu pada pemilu 2004 sebanyak 84 persen, dan pada
tahun 2009 sebanyak 71 persen.
Pemilih Muda dan Pemilu
Salah
satu sasaran yang mesti dipertimbangan dengan seksama dalam proses pemilu 2014
adalah pemilih muda. Berdasaran data dari KPU, lebih dari 50 juta anak muda
akan berpartisipasi dalam pemilihan umum 2014, baik pemilu legislatif maupun
pemilu presiden. Sedangkan data yang
diperoleh dari Agung Setiawan dalam hasil temuannya mengemukakan bahwa untuk
jumlah pemilih muda dari pemilu 2004 – 2014 mengalami kenaikan yang signifikan.
Tahun 2004 dari 147 Juta pemilih terdapat 27 juta pemilih muda. Tahun 2009 dari
171 Juta pemilih terdapat 36 Juta pemilih muda. Tahun 2014 diprediksikan ada
187 juta dengan 69 Juta pemilih muda dan itu mewakili 37 % pemilih secara
keseluruhan.
Melihat
data yang telah dipaparkan sebelumnya, maka partai yang akan bertarung dalam
pemilu 2014 wajib menciptakan sebuah strategi khusus untuk memenangkan 37
persen potensi keberadaan pemilih muda. Pemilih muda saat ini berbeda dengan
kondisi pemilih yang ada sebelumnya. Behavior yang ada pada pemilih muda mesti
dipelajari untuk menentukan langkah dalam mendapatkan suara pada pemilu 2014.
Untuk
mencegah terjadinya golput pada pemilih muda, maka seluruh partai mesti
mengemas proses persuasif dengan konsep sekreatif mungkin. Sebagai contoh,
Jokowi dan Ahok dalam proses memenangkan pilkada DKI menggunakan kekuatan
sosial media dan merancang sebuah langkah untuk menyentuh para pemilih muda.
Tim dari Jokowi dan Ahok menciptakan video yang berdurasi empat menit yang
berisi ajakan untuk memilih Jokowi
menjadi Gubernur DKI.
Ajakan
itu memperlihatkan langkah inovatif yang dijalankan oleh pasangan Jokowi – Ahok
bagi remaja atau pemilih muda. Maka proses tersebut akan menjadi salah satu
acuan dalam merangsang pemilih muda untuk turut serta dalam pemilu 2014.
Dibutuhkan stimulus yang inovatif dan kreatif untuk mendapatkan perhatian
pemilih muda.
Sebagai
salah satu contoh, Ridwan Kamil yang memenangkan posisi walikota di
Bnadung dengan mendapat dukungan dari
pemilih muda. Hal tersebut disebabkan karena sistem komunikasi yang dibangun
melalui pendekatan komunitas. Sistem komunitas saat ini bagi pemuda menjadi
salah satu wadah untuk saling berbagi ide dan hal tersebut berhasil dijalankan
Ridwan Kamil yang sejak dulu telah merintis beberapa komunitas di Bandung. Hal
tersebut membangun sebuah kepercayaan kepada masyarakat untuk memberikan
tanggung jawab kepada pemimpin untuk melakukan sebuah perubahan.
Mencari Trust
Salah
satu hal yang membuat pemilih muda tidak tertarik dalam mengikuti proses pemilu
adalah trust atau kepercayaan yang hilang untuk pemerintah. Ketidakpercayaan
atau menurunnya tingkat kepercayaan terhadap pemerintah menjadi pemicu
munculnya gejolak sosial. Hal tersebut disebabkan tidak terealisasinya
janji-janji pemerintah yang seharusnya dilakukan, seperti pengentasan
kemiskinan, pendidikan dapat diperoleh dengan mudah dan murah serta mengurangi
jumlah pengangguran.
Hasil
riset Edelman Trust Barometer 2013
menyatakan bahwa tingkat kepercayaan terhadap pemimpin secara global kurang
dari 30%, responden di Indonesia percaya bahwa jajaran pemimpin dalam
pemerintahan. Para pemimpin dipersepsikan oleh sebagian besar responden tidak
mampu memecahkan masalah sosial, dan membuat keputusan dengan pertimbangan
etika dan moral yang tepat.
Data
terbaru dari Lembaga Survei Nasional menyatakan bahwa sebesar 30, 2% masyarakat
menilai negara dalam kondisi pemerintahan yang semakin buruk. Pemerintahan
Susilo Bambang Yudhoyono dalam periode kedua dianggap tidak memberikan
perubahan yang lebih baik. Sebanyak 49, 2 responden menilai kondisi negara
selama periode kedua SBY sama saja atau tidak mengalami perubahan yang
signifikan dibanding kondisi 5 tahun sebelumnya. Hanya 18 % responden yang
menilai kondisi pemerintahan semakin membaik.
Menjelang
Pemilu 2014, para pelaku politik semestinya melakukan sebuah gebrakan inovatif
dan kreatif untuk menarik perhatian pemilih muda sebagai salah satu titik
kekuatan dalam mencapai kemenangan. Bila para pelaku politik hanya memasang
baliho di jalan-jalan, itu menunjukkan rendahnya kreativitas para pelaku
politik. Saat ini, masyarakat telah muak dengan langkah yang seperti itu. Dan
juga, lingkungan atau jalan yang dipenuhi dengan baliho terkesan menjadi sampah
dan hanya merusak pemandangan.
_____________________________________________
Diterbitkan di Opini Koran Tribun Timur Makassar, 3 Agustus 2013
Post a Comment: